SEJARAH MESIN LAS
Asal
mula las untuk menyambung logam berada jauh di abad perunggu dan sulit dilacak
kepan istilah las mulai dipakai. Pada tahun 3000 SM, bangsa Mesopotamia telah
menerapkan proses solder lunak.tanduk rusa disolderkan sebagai relief hiasan.
Dua ratus, solder perak kemudian dipakai dalam pembuatan vas bunga di Entemene.
Beberapa
ahli sependapat bahwa 4000 tahun yang lal bangsa Mesir telah mengenal cara
menyambung logam dengan proses pemanasan dan penekanan. Salah satu bukti
ditemukan di Lembah daerah kerajaan pada tahun 1922 yang mengisyaratkan bahwa
peti jenazah Raja Tutankhamen diperkirakan dibuat sekitar tahun 1360 SM dengan
melibatkan proses pengelasan. Proses yang dilakukan pada saat itu adalah proses
las tempa.
Selama berabad-abad las temopa dipakai sebagai proses
utama untuk menyambung logam tanpa banyak mengalami perkembangan. Pada awal
abad 19, ditemukan cara baru yaitu las busur nyala listrik (Elekctric Arc
Welding) dengan electrode carbon batangan tanpa pembungkus dengan menggunakan
battery sebagai sumber tenaga listrik. Kelemahan utama proses las listrik
carbon adalah oksidasi yang relative tinggi pada lasan (lasan mudah karat)
sehingga las ini banyak dipakai.
Pada waktu yang bersamaan, tahun 1877, ditemukan las tahanan (Resistance
Welding). Seorang ahli fisika dari Inggris, James Joule, diakui sebagai
penemunya. Pada tahun 1856 dia memenaskan dua batang kawat dengan aliran listrik.
Selama proses pemanasan, kedua kawat tersebut ditekan satu sama lain. Ternyata
kedua kawat tersebut saling terikat setelah selesai dipanaskan.
Pada perkembangan selanjutnya, resistane welding menghasilkan beberapa jenis
proses pengelasan, missal las flash (Flas Welding) pada tahun 1920.las tahanan
listrik mencapai kejayaannya setelah diciptakan berbagai jenis robot. Untuk
memenuhi kebutuhan dikembangkan berbagai bentuk las tahanan listrik yang
meliputi las titik, interval, seam (garis) dan proyeksi. Las ini dalam prosenya
menerapkan panas dan tekan. Electrode berfungsi sebagai penyalur arus dan
penekanan benda kerja berbentuk plat.
Pada decade berikutnya, diperkenalkan last hermit (Thermit
Welding) berdasarkan prose kimiawi sehingga menambah kesanah teknologi
pengelasan. Las thermiddiperoleh dengan menuangkan logam cair diantara dua
ujung logam yang akan disambungkan sehingga ikut mencair. Setelah membeku kedua
logam menyatu dan cairan logam yang dituangkan berfungsi sebagai bahan tambah.
Pada akhir abad 19 ditemukan las oxy acetylene, las ini
berhasil menggeser pemakaian las tempa dan mendominasi proses pengelasan untuk
beberapa decade sampai dikembangkan las listrik..
Pada tahun 1925 las oxy acetylene digeser oleh adanya
perbaikan las busur listrik yang mana las busur tersebut memakai electrode
terbungkus. Setelah terbakar, pembungkus electrode menghasilkan gas dan terak.
Gas melindungi kawah lasan dari oksidasi pada saat proses pengelasan sedang
berlangsung. Terak melindungi lasan selama proses pembekuan hingga dingin
(sampai terak dibersihkan). Keterbatasan las busur electrode batangan adalah
panjang ektode yang terbatas sehingga setiap periode tertentu pengelasan harus
berhenti mengganti electrode. Efesiensi bahan tanbah jauh dari 100% karena
mesti ada puntngnya.
Bertitik tolak dari kelemahan tersebut maka pada akhir
tahun 1930an diciptakan las busur electrode gulungan. Secara prinsip,
pengelasan tidak perlu berhenti sebelum sampai ujung jalur las. Dan pengelasan
dapat dilakukan dengan cara semi otomatis atau otomatis. Sebagai pelindung
dipakai flux. Flux dituangkan sesaat dimuka electrode sehingga busur nyala
listrik terpendam oleh flux. Keuntungannya, operator tidak silau oleh busur
nyala listrik, kelemahannya, las terbatas pada posisi dibawah tangan saja pada
posisi lain flux akan jatuh berhamburan sebelum berfungsi.
Pada tahun 1941 di Amerika ditemukan electrode Tungsten.
Tungsten tidak mencair oleh panasnya busur nyala listrik sehingga tidak
terumpan dalam lasan. Sebagai pelindung dipakai gas inti (Inert) yang untuk
beberapa saat dapat bertahan pada kondisinya. Gas inti disemburkan kedaerah
lasan sehingga lasan terhindar dari oksidasi. Karena menggunakan las inti
sebagai bahan pelindung las ini sering disebut las TIG ( Tungsten Inert
Gas).
Keberhasilan pemakaian gas inti pad alas tungsten dicoba
pula pad alas elektroda gulungan pada awal tahun 1950an. Proses ini
selanjutnya disebut Gas Metal Arc Welding (GMAW) atau las MIG (Metal Inert
Gas). Kaena gas argo sangat mahal maka dipakai gas campuran argon dan oksigen
atau gas CO yang cukup aktif. Las ini biasa disebut dengan Metal Aktif Gas
(MAG). Dapat pula dipakai pelindung campuran argon dengan CO selama tidak lebih
dari 20% hasilnya cukup baik karena tidak meninggalkan terak. Perlu diketahui
bahwa gas gas pelindung lebih mahal, maka cara tersebut hanya dipakai untuk
keperluan khusus.
Berikutnya ditemukan las busur electrode gulungan dengan
pelindung lasan berupa serbuk. Supaya dapat dipakai pada segala posisi,
elektroda dibuat berlubang seperti pipa untuk menempatkan flux. Proses ini
relative lebih murah dari pada las busur gas, dapat untuk segala posisi dan
teknis pengelasan dapat dikembangkan secara semi otomatis atau otomatis
penuh las ini disebut las busur elektroda berinti flux (Flux Core Arc Welding)
Selanjutnya ada elektroda sebagai komponen yang akan
dipasang pada bagian lain. Las ini disebut las stud. Stud terpasang pada benda
utama melalui tiga tahap yaitu seting posisi, pencarian ujung stud dan benda
utama dan penekanan stud pada benda utama sesaat setelah busur nyala dimatikan.
Setelah itu dikembangkan las listrik frekuensi inggi yaitu
10000 sampai 500000 Hz. Las listrik frekuensi tinggi sering disebut las
induksi. Ditinjau dari proses penyatuan benda kerja, las ini termasuk las padat
yang dibantu dengan panas untuk memecah lapisan oksidasi atau kotoran pada
permukaan benda kerja. Panas yang dihasilakan sangat tipis dipermukaan benda
kerja sehingga las ini sangat cocok untuk plat tipis.
Pada tahun 1950an , diubahnya energi listrik menjadi
seberkas electron yang ditembakkan benda kerja. Panas yang dihasilkan lebih
besar dan dimensi bekas electron jauh lebih kecil dari busur nyala listrik,
pengelasannya sangat cepat maka sangat cocok untuk produksi masal. Daerah panas
menjadi lebih sempit sehingga sangat cocok untuk bahan yang sensitive terhadap
perubahan panas. Kualitas lasan sangat baik dan akurasi , hanya saja
peralatannya sangat mahal. Cara ini biasa disebut las electron ( Electron Beam
Welding).
Beberapa
ahli sependapat bahwa 4000 tahun yang lal bangsa Mesir telah mengenal cara
menyambung logam dengan proses pemanasan dan penekanan. Salah satu bukti
ditemukan di Lembah daerah kerajaan pada tahun 1922 yang mengisyaratkan bahwa
peti jenazah Raja Tutankhamen diperkirakan dibuat sekitar tahun 1360 SM dengan
melibatkan proses pengelasan. Proses yang dilakukan pada saat itu adalah proses
las tempa.
Selama berabad-abad las temopa dipakai sebagai proses
utama untuk menyambung logam tanpa banyak mengalami perkembangan. Pada awal
abad 19, ditemukan cara baru yaitu las busur nyala listrik (Elekctric Arc
Welding) dengan electrode carbon batangan tanpa pembungkus dengan menggunakan
battery sebagai sumber tenaga listrik. Kelemahan utama proses las listrik
carbon adalah oksidasi yang relative tinggi pada lasan (lasan mudah karat)
sehingga las ini banyak dipakai.
Pada waktu yang bersamaan, tahun 1877, ditemukan las tahanan (Resistance
Welding). Seorang ahli fisika dari Inggris, James Joule, diakui sebagai
penemunya. Pada tahun 1856 dia memenaskan dua batang kawat dengan aliran listrik.
Selama proses pemanasan, kedua kawat tersebut ditekan satu sama lain. Ternyata
kedua kawat tersebut saling terikat setelah selesai dipanaskan.
Pada perkembangan selanjutnya, resistane welding menghasilkan beberapa jenis
proses pengelasan, missal las flash (Flas Welding) pada tahun 1920.las tahanan
listrik mencapai kejayaannya setelah diciptakan berbagai jenis robot. Untuk
memenuhi kebutuhan dikembangkan berbagai bentuk las tahanan listrik yang
meliputi las titik, interval, seam (garis) dan proyeksi. Las ini dalam prosenya
menerapkan panas dan tekan. Electrode berfungsi sebagai penyalur arus dan
penekanan benda kerja berbentuk plat.
Pada decade berikutnya, diperkenalkan last hermit (Thermit
Welding) berdasarkan prose kimiawi sehingga menambah kesanah teknologi
pengelasan. Las thermiddiperoleh dengan menuangkan logam cair diantara dua
ujung logam yang akan disambungkan sehingga ikut mencair. Setelah membeku kedua
logam menyatu dan cairan logam yang dituangkan berfungsi sebagai bahan tambah.
Pada akhir abad 19 ditemukan las oxy acetylene, las ini
berhasil menggeser pemakaian las tempa dan mendominasi proses pengelasan untuk
beberapa decade sampai dikembangkan las listrik..
Pada tahun 1925 las oxy acetylene digeser oleh adanya
perbaikan las busur listrik yang mana las busur tersebut memakai electrode
terbungkus. Setelah terbakar, pembungkus electrode menghasilkan gas dan terak.
Gas melindungi kawah lasan dari oksidasi pada saat proses pengelasan sedang
berlangsung. Terak melindungi lasan selama proses pembekuan hingga dingin
(sampai terak dibersihkan). Keterbatasan las busur electrode batangan adalah
panjang ektode yang terbatas sehingga setiap periode tertentu pengelasan harus
berhenti mengganti electrode. Efesiensi bahan tanbah jauh dari 100% karena
mesti ada puntngnya.
Bertitik tolak dari kelemahan tersebut maka pada akhir
tahun 1930an diciptakan las busur electrode gulungan. Secara prinsip,
pengelasan tidak perlu berhenti sebelum sampai ujung jalur las. Dan pengelasan
dapat dilakukan dengan cara semi otomatis atau otomatis. Sebagai pelindung
dipakai flux. Flux dituangkan sesaat dimuka electrode sehingga busur nyala
listrik terpendam oleh flux. Keuntungannya, operator tidak silau oleh busur
nyala listrik, kelemahannya, las terbatas pada posisi dibawah tangan saja pada
posisi lain flux akan jatuh berhamburan sebelum berfungsi.
Pada tahun 1941 di Amerika ditemukan electrode Tungsten.
Tungsten tidak mencair oleh panasnya busur nyala listrik sehingga tidak
terumpan dalam lasan. Sebagai pelindung dipakai gas inti (Inert) yang untuk
beberapa saat dapat bertahan pada kondisinya. Gas inti disemburkan kedaerah
lasan sehingga lasan terhindar dari oksidasi. Karena menggunakan las inti
sebagai bahan pelindung las ini sering disebut las TIG ( Tungsten Inert
Gas).
Keberhasilan pemakaian gas inti pad alas tungsten dicoba
pula pad alas elektroda gulungan pada awal tahun 1950an. Proses ini
selanjutnya disebut Gas Metal Arc Welding (GMAW) atau las MIG (Metal Inert
Gas). Kaena gas argo sangat mahal maka dipakai gas campuran argon dan oksigen
atau gas CO yang cukup aktif. Las ini biasa disebut dengan Metal Aktif Gas
(MAG). Dapat pula dipakai pelindung campuran argon dengan CO selama tidak lebih
dari 20% hasilnya cukup baik karena tidak meninggalkan terak. Perlu diketahui
bahwa gas gas pelindung lebih mahal, maka cara tersebut hanya dipakai untuk
keperluan khusus.
Berikutnya ditemukan las busur electrode gulungan dengan
pelindung lasan berupa serbuk. Supaya dapat dipakai pada segala posisi,
elektroda dibuat berlubang seperti pipa untuk menempatkan flux. Proses ini
relative lebih murah dari pada las busur gas, dapat untuk segala posisi dan
teknis pengelasan dapat dikembangkan secara semi otomatis atau otomatis
penuh las ini disebut las busur elektroda berinti flux (Flux Core Arc Welding)
Selanjutnya ada elektroda sebagai komponen yang akan
dipasang pada bagian lain. Las ini disebut las stud. Stud terpasang pada benda
utama melalui tiga tahap yaitu seting posisi, pencarian ujung stud dan benda
utama dan penekanan stud pada benda utama sesaat setelah busur nyala dimatikan.
Setelah itu dikembangkan las listrik frekuensi inggi yaitu
10000 sampai 500000 Hz. Las listrik frekuensi tinggi sering disebut las
induksi. Ditinjau dari proses penyatuan benda kerja, las ini termasuk las padat
yang dibantu dengan panas untuk memecah lapisan oksidasi atau kotoran pada
permukaan benda kerja. Panas yang dihasilakan sangat tipis dipermukaan benda
kerja sehingga las ini sangat cocok untuk plat tipis.
Pada tahun 1950an , diubahnya energi listrik menjadi
seberkas electron yang ditembakkan benda kerja. Panas yang dihasilkan lebih
besar dan dimensi bekas electron jauh lebih kecil dari busur nyala listrik,
pengelasannya sangat cepat maka sangat cocok untuk produksi masal. Daerah panas
menjadi lebih sempit sehingga sangat cocok untuk bahan yang sensitive terhadap
perubahan panas. Kualitas lasan sangat baik dan akurasi , hanya saja
peralatannya sangat mahal. Cara ini biasa disebut las electron ( Electron Beam
Welding).
Beberapa
ahli sependapat bahwa 4000 tahun yang lal bangsa Mesir telah mengenal cara
menyambung logam dengan proses pemanasan dan penekanan. Salah satu bukti
ditemukan di Lembah daerah kerajaan pada tahun 1922 yang mengisyaratkan bahwa
peti jenazah Raja Tutankhamen diperkirakan dibuat sekitar tahun 1360 SM dengan
melibatkan proses pengelasan. Proses yang dilakukan pada saat itu adalah proses
las tempa.
Selama berabad-abad las temopa dipakai sebagai proses
utama untuk menyambung logam tanpa banyak mengalami perkembangan. Pada awal
abad 19, ditemukan cara baru yaitu las busur nyala listrik (Elekctric Arc
Welding) dengan electrode carbon batangan tanpa pembungkus dengan menggunakan
battery sebagai sumber tenaga listrik. Kelemahan utama proses las listrik
carbon adalah oksidasi yang relative tinggi pada lasan (lasan mudah karat)
sehingga las ini banyak dipakai.
Pada waktu yang bersamaan, tahun 1877, ditemukan las tahanan (Resistance
Welding). Seorang ahli fisika dari Inggris, James Joule, diakui sebagai
penemunya. Pada tahun 1856 dia memenaskan dua batang kawat dengan aliran listrik.
Selama proses pemanasan, kedua kawat tersebut ditekan satu sama lain. Ternyata
kedua kawat tersebut saling terikat setelah selesai dipanaskan.
Pada perkembangan selanjutnya, resistane welding menghasilkan beberapa jenis
proses pengelasan, missal las flash (Flas Welding) pada tahun 1920.las tahanan
listrik mencapai kejayaannya setelah diciptakan berbagai jenis robot. Untuk
memenuhi kebutuhan dikembangkan berbagai bentuk las tahanan listrik yang
meliputi las titik, interval, seam (garis) dan proyeksi. Las ini dalam prosenya
menerapkan panas dan tekan. Electrode berfungsi sebagai penyalur arus dan
penekanan benda kerja berbentuk plat.
Pada decade berikutnya, diperkenalkan last hermit (Thermit
Welding) berdasarkan prose kimiawi sehingga menambah kesanah teknologi
pengelasan. Las thermiddiperoleh dengan menuangkan logam cair diantara dua
ujung logam yang akan disambungkan sehingga ikut mencair. Setelah membeku kedua
logam menyatu dan cairan logam yang dituangkan berfungsi sebagai bahan tambah.
Pada akhir abad 19 ditemukan las oxy acetylene, las ini
berhasil menggeser pemakaian las tempa dan mendominasi proses pengelasan untuk
beberapa decade sampai dikembangkan las listrik..
Pada tahun 1925 las oxy acetylene digeser oleh adanya
perbaikan las busur listrik yang mana las busur tersebut memakai electrode
terbungkus. Setelah terbakar, pembungkus electrode menghasilkan gas dan terak.
Gas melindungi kawah lasan dari oksidasi pada saat proses pengelasan sedang
berlangsung. Terak melindungi lasan selama proses pembekuan hingga dingin
(sampai terak dibersihkan). Keterbatasan las busur electrode batangan adalah
panjang ektode yang terbatas sehingga setiap periode tertentu pengelasan harus
berhenti mengganti electrode. Efesiensi bahan tanbah jauh dari 100% karena
mesti ada puntngnya.
Bertitik tolak dari kelemahan tersebut maka pada akhir
tahun 1930an diciptakan las busur electrode gulungan. Secara prinsip,
pengelasan tidak perlu berhenti sebelum sampai ujung jalur las. Dan pengelasan
dapat dilakukan dengan cara semi otomatis atau otomatis. Sebagai pelindung
dipakai flux. Flux dituangkan sesaat dimuka electrode sehingga busur nyala
listrik terpendam oleh flux. Keuntungannya, operator tidak silau oleh busur
nyala listrik, kelemahannya, las terbatas pada posisi dibawah tangan saja pada
posisi lain flux akan jatuh berhamburan sebelum berfungsi.
Pada tahun 1941 di Amerika ditemukan electrode Tungsten.
Tungsten tidak mencair oleh panasnya busur nyala listrik sehingga tidak
terumpan dalam lasan. Sebagai pelindung dipakai gas inti (Inert) yang untuk
beberapa saat dapat bertahan pada kondisinya. Gas inti disemburkan kedaerah
lasan sehingga lasan terhindar dari oksidasi. Karena menggunakan las inti
sebagai bahan pelindung las ini sering disebut las TIG ( Tungsten Inert
Gas).
Keberhasilan pemakaian gas inti pad alas tungsten dicoba
pula pad alas elektroda gulungan pada awal tahun 1950an. Proses ini
selanjutnya disebut Gas Metal Arc Welding (GMAW) atau las MIG (Metal Inert
Gas). Kaena gas argo sangat mahal maka dipakai gas campuran argon dan oksigen
atau gas CO yang cukup aktif. Las ini biasa disebut dengan Metal Aktif Gas
(MAG). Dapat pula dipakai pelindung campuran argon dengan CO selama tidak lebih
dari 20% hasilnya cukup baik karena tidak meninggalkan terak. Perlu diketahui
bahwa gas gas pelindung lebih mahal, maka cara tersebut hanya dipakai untuk
keperluan khusus.
Berikutnya ditemukan las busur electrode gulungan dengan
pelindung lasan berupa serbuk. Supaya dapat dipakai pada segala posisi,
elektroda dibuat berlubang seperti pipa untuk menempatkan flux. Proses ini
relative lebih murah dari pada las busur gas, dapat untuk segala posisi dan
teknis pengelasan dapat dikembangkan secara semi otomatis atau otomatis
penuh las ini disebut las busur elektroda berinti flux (Flux Core Arc Welding)
Selanjutnya ada elektroda sebagai komponen yang akan
dipasang pada bagian lain. Las ini disebut las stud. Stud terpasang pada benda
utama melalui tiga tahap yaitu seting posisi, pencarian ujung stud dan benda
utama dan penekanan stud pada benda utama sesaat setelah busur nyala dimatikan.
Setelah itu dikembangkan las listrik frekuensi inggi yaitu
10000 sampai 500000 Hz. Las listrik frekuensi tinggi sering disebut las
induksi. Ditinjau dari proses penyatuan benda kerja, las ini termasuk las padat
yang dibantu dengan panas untuk memecah lapisan oksidasi atau kotoran pada
permukaan benda kerja. Panas yang dihasilakan sangat tipis dipermukaan benda
kerja sehingga las ini sangat cocok untuk plat tipis.
Pada tahun 1950an , diubahnya energi listrik menjadi
seberkas electron yang ditembakkan benda kerja. Panas yang dihasilkan lebih
besar dan dimensi bekas electron jauh lebih kecil dari busur nyala listrik,
pengelasannya sangat cepat maka sangat cocok untuk produksi masal. Daerah panas
menjadi lebih sempit sehingga sangat cocok untuk bahan yang sensitive terhadap
perubahan panas. Kualitas lasan sangat baik dan akurasi , hanya saja
peralatannya sangat mahal. Cara ini biasa disebut las electron ( Electron Beam
Welding).
0 komentar:
Posting Komentar